Beberapa waktu lalu, sebelum hubungan itu berakhir, aku bertanya pada dia "apakah kamu menginginkan aku?" yang kemudian dijawabnya dengan "Iya". Saat itu aku lega. Aku merasa beban itu lepas. Pertanyaan aku terjawab, dan seluruh drama pun memudar.
Tapi ternyata itu bukan sebuah awal, ternyata itu adalah sebuah akhir. Karena ternyata pertanyaan itu membuatnya kembali memikirkan semuanya dan berakhir pada keputusan untuk menyudahi apa yang kami miliki.
Aku bingung. Mungkin, saat aku menjadi diriku sendiri, aku berubah jadi seorang monster yang selalu dihantui kekhawatiran akan ketidakpastian. Mungkin, saat aku berusaha jujur mengenai diri sendiri, kebenaran mengenai diri ini terlalu menakutkan. Mungkin aku bukan sosok perempuan yang selalu ada dalam sosok ideal bagi dirinya.
Kemudian muncul lagi pertanyaan. "Jadi, yang selama ini kita lalui ini apa artinya buat dia?" Kenapa hanya aku yang dikaluti keraguan dan pertanyaan? Mungkin kah karena ini adalah kali pertamanya aku menjalani hubungan jarak jauh? Mungkin kah karena ini kali pertamanya menjalin hubungan dengan seseorang yang benar-benar belum pernah aku kenal sama sekali masa lalu dan kehidupannya? Atau karena apa?
Lalu pertanyaan pun bergeser lagi, apa kah pernah ada cinta di antara kita? Kalau pernah, terus saat ini ada di mana cinta itu? Kalau iya, kenapa begitu mudah untuk hilang di dalam kesibukan? Kenapa jarak yang seharusnya bisa diabaikan, kini dijadikan momok utama?
Kenapa. Kenapa. Kenapa.
Pada akhirnya, setelah berbagai usaha untuk mempertahankan itu berlalu begitu saja seperti tertiup angin dan tak lagi bermakna, saat gurauan mulai terasa sarkas dan tidak ada lagi unsur menghargai, akhirnya benak ini terisi dengan sebuah asumsi.
Mungkin dia memang tidak menginginkan aku lagi. Tidak seperti dulu. Tidak seperti apa yang pernah kurasa.
Mungkin kali ini saatnya aku yang harus melepaskan diri dari pertanyaan-pertanyaan tadi.
Mungkin aku yang harus berjalan sendiri.
Kembali sendiri, dan belum punya keinginan untuk berdampingan dengan siapa pun lagi.
Mungkin pada akhirnya aku pun menjadi wanita modern ibukota masa kini yang sudah tidak peduli lagi mengenai pasangan hidup. Melihat ke depan hanya untuk diri sendiri, sahabat, dan keluarga yang sudah ada. Karena pada akhirnya, mungkin aku terpaksa lelah untuk mencari jawaban dari semua pertanyaan yang bergulir terlalu banyak, dan tanggung jawab yang menghantui dan juga terlalu berat, bahkan untuk bisa diungkap.
Tapi ternyata itu bukan sebuah awal, ternyata itu adalah sebuah akhir. Karena ternyata pertanyaan itu membuatnya kembali memikirkan semuanya dan berakhir pada keputusan untuk menyudahi apa yang kami miliki.
Aku bingung. Mungkin, saat aku menjadi diriku sendiri, aku berubah jadi seorang monster yang selalu dihantui kekhawatiran akan ketidakpastian. Mungkin, saat aku berusaha jujur mengenai diri sendiri, kebenaran mengenai diri ini terlalu menakutkan. Mungkin aku bukan sosok perempuan yang selalu ada dalam sosok ideal bagi dirinya.
Kemudian muncul lagi pertanyaan. "Jadi, yang selama ini kita lalui ini apa artinya buat dia?" Kenapa hanya aku yang dikaluti keraguan dan pertanyaan? Mungkin kah karena ini adalah kali pertamanya aku menjalani hubungan jarak jauh? Mungkin kah karena ini kali pertamanya menjalin hubungan dengan seseorang yang benar-benar belum pernah aku kenal sama sekali masa lalu dan kehidupannya? Atau karena apa?
Lalu pertanyaan pun bergeser lagi, apa kah pernah ada cinta di antara kita? Kalau pernah, terus saat ini ada di mana cinta itu? Kalau iya, kenapa begitu mudah untuk hilang di dalam kesibukan? Kenapa jarak yang seharusnya bisa diabaikan, kini dijadikan momok utama?
Kenapa. Kenapa. Kenapa.
Pada akhirnya, setelah berbagai usaha untuk mempertahankan itu berlalu begitu saja seperti tertiup angin dan tak lagi bermakna, saat gurauan mulai terasa sarkas dan tidak ada lagi unsur menghargai, akhirnya benak ini terisi dengan sebuah asumsi.
Mungkin dia memang tidak menginginkan aku lagi. Tidak seperti dulu. Tidak seperti apa yang pernah kurasa.
Mungkin kali ini saatnya aku yang harus melepaskan diri dari pertanyaan-pertanyaan tadi.
Mungkin aku yang harus berjalan sendiri.
Kembali sendiri, dan belum punya keinginan untuk berdampingan dengan siapa pun lagi.
Mungkin pada akhirnya aku pun menjadi wanita modern ibukota masa kini yang sudah tidak peduli lagi mengenai pasangan hidup. Melihat ke depan hanya untuk diri sendiri, sahabat, dan keluarga yang sudah ada. Karena pada akhirnya, mungkin aku terpaksa lelah untuk mencari jawaban dari semua pertanyaan yang bergulir terlalu banyak, dan tanggung jawab yang menghantui dan juga terlalu berat, bahkan untuk bisa diungkap.
Comments
Post a Comment