Dan seketika ingatanku kembali ke pembicaraan saat itu. Tahun 2015, satu dari sekian banyak topik pembicaraan kita adalah ini: sabar dan ikhlas. Masih lekat di ingatanku, kamu ingin tahu apakah aku bisa jadi perempuan yang sabar dan ikhlas. Dari sekian rangkaian obrolan kita, topik ini selalu muncul. Saat itu ada pertanyaan di benakku: kenapa? Kenapa selalu itu yang kau bahas? Ikhlas dan sabar bukan hal sepele yang bisa aku janjikan kepada siapa pun, bahkan tidak pada diriku. Sabar dan ikhlas adalah hal yang masih berulang-ulang kupelajari, kuingat, berusaha kuamalkan dan kemudian kusebarkan ke mereka yang kita sayang. Dan buatku saat itu pertanyaan ini tak terjawab.
Waktu bergulir. Persis juga seperti ucapanmu dulu "Waktu yang akan menjawab tanyamu". Dan seiring waktu, setiap pertanyaan tak terjawabku mulai tersentuh. Satu per satu ketidakpahamanku terjawab. Satu per satu, kamu menunjukkan maksudmu yang kemudian kupahami.
Sampai tiba akhirnya pada hari ini, saat aku menyadari satu jawaban dari pertanyaan besarku dulu mengenai sabar dan ikhlas. Mengenai hal yang sering sekali kamu tekankan dan kulatih. Hari ini aku sadar, kamu mempersiapkanku untuk jadi perempuan yang bisa menyeimbangimu. Yang bisa menjaga kita. Perempuan yang bisa diandalkan, menjadi pendamping, menjadi selimut hatimu, dan yang terpenting: sabar.
Terima kasih atas tanya yang kau ajarkan padaku, mas. Ini bukan akhir, melainkan awal perjalanan kita yang akan lebih banyak diuji. Ini bukan kemenanganku menemukan jawabanmu, tapi ini perjuanganku untuk tetap menjaga ikhlas dan sabar hingga akhir hayat kita nanti.
Semoga ridho Allah selalu bersama kita, sampai nafas terakhir kita. Aamiin.
Comments
Post a Comment